Minggu, 29 April 2012

Indonesia 4 Future

Salam sukses!! banyak orang merasa tidak terlalu memikirkan tentang masa depan mereka, kebanyakan dari mereka hanya memikirkan apa yang harus terpenuhi saat ini saja. sedikit sekali orang yang yang memikirkan tentang apa yang mereka harus capai dan penuhi di masa depan. ya, karena sebetulnya masa depan itu harus di rencanakan sedini mungkin. contoh cara untuk merencanakan masa depan ialah dengan ber-investasi. banyak cara untuk ber-investasi. diantaranya adalah dengan membeli polis asuransi, atau ber-wirausaha. sayangnya kebanyakan masyarakat indonesia saat ini belum akrab dengan dua istilah diatas.

Alasan Asuransi Belum Populer di Indonesia

Tingkat pendapatan dan pendidikan, usia serta standar sosial mendorong seseorang melakukan pembelian polis asuransi jiwa. Bahkan motivasi pembelian polis asuransi tidak lagi hanya untuk memperoleh manfaat proteksi namun juga manfaat investasi. Di negara maju, kepemilikan asuransi menjadi sangat populer dan menjadi gaya hidup baru masyarakat modern yang sadar risiko. Sebaliknya, di negara-negara berkembang kesadaran masyarakat terhadap pentingnya asuransi tergolong sangat rendah. Contoh negara maju yang menganggap penting asuransi adalah Amerika Serikat, Jepang dan Singapura. setiap orang setidak-tidaknya memiliki 1 polis asuransi jiwa atau lebih, sedangkan di Malaysia 4 dari 10 orang memiliki polis asuransi.
Sementara di Indonesia, kurang dari 2 per 10 orang yang memiliki polis asuransi jiwa. "Di Indonesia, asuransi masih menjadi kebutuhan tersier, karena ini erat kaitannya dengan tingkat pendapatan dan pendidikan seseorang". kata Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani SE MA. Faktor pendapatan dan pendidikan menurutnya yang menyebabkan asuransi jiwa lebih banyak dimiliki oleh masyarakat dari golongan menengah ke atas. Oleh karena itu perlu diberlakukan asuransi mikro yang bisa dijangkau oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah, seperti petani dan nelayan. "Di Filipina dan Thailand, asuransi mikro ini sudah berjalan. Namun semua itu bisa berjalan karena adanya kontribusi dari pemerintah daerah masing-masing" tandasnya. Namun yang tidak kalah penting, perusahaan asuransi jiwa perlu untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia agen dalam menjual produk sekaligus menjadi konsultan bagi masyarakat untuk mengelola keuangannya.

sekarang saya akan coba share tentang istilah yang tadi saya tuliskan juga, yaitu Wirausaha.

Apa yang pertama kali terlintas di benak Anda saat mendengar istilah “mentalitas entrepreneur / wirausaha”? Banyak orang langsung mengartikannya sebagai mentalitas pedagang yang berorientasi meraup sebanyak-banyaknya untung, dan tujuannya “UUD” alias “ujung-ujungnya duit”. Dengan pengertian ini, banyak orang yang secara halus ataupun terang-terangan menolak untuk mengembangkan mentalitas entrepreneur. Ada yang merasa tidak berbakat, ada pula yang menilai mentalitas ini tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ia pegang, karena ia lebih mengunggulkan nilai-nilai lain ketimbang berfokus pada upaya untuk mencari uang saja. Sebagian orang beranggapan bahwa entrepreneur atau wirausaha adalah sebuah profesi alternatif ketika ia sudah pensiun. pertanyaannya sederhana, kalau ujung-ujungnya juga harus berwirausaha, kenapa harus nunggu pensiun?! Dengan pandangan yang sempit mengenai kewirausahaan, tak heran bila kita melihat banyak orang yang banting setir menjadi wirausahawan malahan tidak berhasil. jadi, bukankah berwirausaha itu akan lebih baik jika dimulai sedini mungikn?! Dalam keadaan ekonomi di mana kemapanan sudah tidak ada lagi, kita akan selalu dituntut untuk melakukan perbaikan. Perbaikan selalu bermuara pada kebutuhan pasar dan juga inovasi produk / jasa yang menjawab kebutuhan tersebut.