Indonesia 4 Future
Salam sukses!! banyak orang merasa tidak terlalu memikirkan tentang masa depan
mereka, kebanyakan dari mereka hanya memikirkan apa yang harus terpenuhi
saat ini saja. sedikit sekali orang yang yang memikirkan tentang apa
yang mereka harus capai dan penuhi di masa depan. ya, karena sebetulnya
masa depan itu harus di rencanakan sedini mungkin. contoh cara untuk
merencanakan masa depan ialah dengan ber-investasi. banyak cara untuk
ber-investasi. diantaranya adalah dengan membeli polis asuransi, atau
ber-wirausaha. sayangnya kebanyakan masyarakat indonesia saat ini belum
akrab dengan dua istilah diatas.
Alasan Asuransi Belum Populer di Indonesia
Tingkat
pendapatan dan pendidikan, usia serta standar sosial mendorong
seseorang melakukan pembelian polis asuransi jiwa. Bahkan motivasi
pembelian polis asuransi tidak lagi hanya untuk memperoleh manfaat
proteksi namun juga manfaat investasi. Di negara maju, kepemilikan
asuransi menjadi sangat populer dan menjadi gaya hidup baru masyarakat
modern yang sadar risiko. Sebaliknya, di negara-negara berkembang
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya asuransi tergolong sangat
rendah. Contoh negara maju yang menganggap penting asuransi adalah
Amerika Serikat, Jepang dan Singapura. setiap orang setidak-tidaknya
memiliki 1 polis asuransi jiwa atau lebih, sedangkan di Malaysia 4 dari
10 orang memiliki polis asuransi.
Sementara di Indonesia, kurang dari
2 per 10 orang yang memiliki polis asuransi jiwa. "Di Indonesia,
asuransi masih menjadi kebutuhan tersier, karena ini erat kaitannya
dengan tingkat pendapatan dan pendidikan seseorang". kata Kepala
Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani SE MA. Faktor
pendapatan dan pendidikan menurutnya yang menyebabkan asuransi jiwa
lebih banyak dimiliki oleh masyarakat dari golongan menengah ke atas.
Oleh karena itu perlu diberlakukan asuransi mikro yang bisa dijangkau
oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah, seperti petani dan nelayan.
"Di Filipina dan Thailand, asuransi mikro ini sudah berjalan. Namun
semua itu bisa berjalan karena adanya kontribusi dari pemerintah daerah
masing-masing" tandasnya. Namun yang tidak kalah penting, perusahaan
asuransi jiwa perlu untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia agen
dalam menjual produk sekaligus menjadi konsultan bagi masyarakat untuk
mengelola keuangannya.
sekarang saya akan coba share tentang istilah yang tadi saya tuliskan juga, yaitu Wirausaha.
Apa
yang pertama kali terlintas di benak Anda saat mendengar istilah
“mentalitas entrepreneur / wirausaha”? Banyak orang langsung
mengartikannya sebagai mentalitas pedagang yang berorientasi meraup
sebanyak-banyaknya untung, dan tujuannya “UUD” alias “ujung-ujungnya
duit”. Dengan pengertian ini, banyak orang yang secara halus ataupun
terang-terangan menolak untuk mengembangkan mentalitas entrepreneur. Ada
yang merasa tidak berbakat, ada pula yang menilai mentalitas ini tidak
sesuai dengan nilai-nilai yang ia pegang, karena ia lebih mengunggulkan
nilai-nilai lain ketimbang berfokus pada upaya untuk mencari uang saja.
Sebagian orang beranggapan bahwa entrepreneur atau wirausaha adalah
sebuah profesi alternatif ketika ia sudah pensiun. pertanyaannya
sederhana, kalau ujung-ujungnya juga harus berwirausaha, kenapa harus
nunggu pensiun?! Dengan pandangan yang sempit mengenai kewirausahaan,
tak heran bila kita melihat banyak orang yang banting setir menjadi
wirausahawan malahan tidak berhasil. jadi, bukankah berwirausaha itu akan
lebih baik jika dimulai sedini mungikn?! Dalam keadaan ekonomi di mana
kemapanan sudah tidak ada lagi, kita akan selalu dituntut untuk melakukan
perbaikan. Perbaikan selalu bermuara pada kebutuhan pasar dan
juga inovasi produk / jasa yang menjawab kebutuhan tersebut.